Sejarah
Suku Melayu tergolong ke dalam Deutero Melayu (Melayu Muda) yang merupakan bagian dari gelombang besar kedua migrasi ras Melayu-Austronesia dari daratan Asia yang terjadi sekitar 300 S.M [7]. Pada abad ke-7, masyarakat yang bermukim di hilir Sungai Batang Hari, Jambi membentuk Kerajaan Malayu. Dan istilah Melayu diambil dari nama kerajaan tersebut. Secara geografis, pada mulanya Melayu hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut, yang meliputi wilayah Sumatera bagian tengah. Dalam perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk dan digantikan oleh Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang [8]. Pemakaian istilah Melayu-pun meluas hingga ke luar Sumatera, mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang berkembang hingga ke Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia.
Seperti terlihat dalam prasasti Keping Tembaga Laguna, pedagang Melayu Sriwijaya yang berdagang ke seluruh wilayah Asia Tenggara, juga turut serta membawa adat budaya dan Bahasa Melayu ke negeri seberang. Bahasa Melayu akhirnya menjadilingua franca menggantikan Bahasa Sanskerta Era kejayaan Sriwijaya merupakan masa emas bagi peradaban Melayu. Runtuhnya Sriwijaya pada abad ke-13, dan bangkitnya Kesultanan Malaka pada abad ke-berakibat pindahnya pusat mandala Melayu ke Semenanjung Malaysia
Pada tahun 1511, pemerintahan Melayu di Malaka takluk oleh kekuatan tentara Portugis. Sejak itu pusat peradaban Melayu kembali ke tanah Sumatera, ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan kuat seperti Kerajaan Aceh dan Kerajaan Dharmasraya. Masuknya agama Islam ke Nusantara pada abad ke-12, diserap baik-baik oleh masyarakat Melayu. Islamisasi tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat jelata, namun telah menjadi corak pemerintahan kerajaan-kerajaan Melayu. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut ialah Kesultanan Johor,Kesultanan Perak, Kesultanan Pahang, Kesultanan Brunei, dan Kesultanan Siak. Kedatangan kolonialis Eropa telah menyebabkan terdiasporanya orang-orang Melayu ke seluruh Nusantara, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Di perantauan, mereka banyak mengisi pos-pos kerajaan seperti menjadi syahbandar, ulama, dan hakim.
Dalam perkembangan selanjutnya, hampir seluruh Kepulauan Nusantara mendapatkan pengaruh langsung dari Suku Melayu. Bahasa Melayu yang telah berkembang dan dipakai oleh banyak masyarakat Nusantara, akhirnya dipilih menjadi bahasa nasional Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Etimologi
Ptolemy (90 - 168 M) dalam karyanya Geographia mencatat sebuah tanjung di Aurea Chersonesus (Semenanjung Melayu) yang bernamaMaleu-kolon, yang diyakini berasal dari Bahasa Sanskerta, malayakolam atau malaikurram[13]. Berdasarkan G. E. Gerini, Maleu-Kolon saat ini merujuk pada Tanjung Kuantan atau Tanjung Penyabung di Semenanjung Malaysia.
Orang Gunung
Pada Bab 48 teks agama Hindu Vuya Purana yang berbahasa Sanskerta, kata Malayadvipa merujuk kepada sebuah propinsi di pulau yang kaya emas dan perak. Disana berdiri bukit yang disebut dengan Malaya yang artinya sebuah gunung besar (Mahamalaya). Meskipun begitu banyak sarjana Barat, antara lain Sir Roland Braddell menyamakan Malayadvipa dengan Sumatera . Sedangkan para sarjana India percaya bahwa itu merujuk pada beberapa gunung di Semenanjung Malaysia
Kerajaan Malayu
Dari catatan Yi Jing, seorang pendeta Budha dari Dinasti Tang, yang berkunjung ke Nusantara antara tahun 688 - 695, dia menyebutkan ada sebuah kerajaan yang dikenal dengan Mo-Lo-Yu (Melayu), yang berjarak 15 hari pelayaran dari Bogha (Palembang), ibu kota Sribogha (Sriwijaya). Dari Ka-Cha (Kedah), jaraknyapun 15 hari pelayaran Berdasarkan catatan Yi Jing, kerajaan tersebut merupakan negara yang merdeka dan akhirnya ditaklukkan oleh Sabogha. Petualang Venesia yang terkenal, Marco Polo dalam bukunya Travels of Marco Polomenyebutkan tentang Malauir yang berlokasi di bagian selatan Semenanjung Melayu. Kata "Melayu" dipopulerkan oleh Kesultanan Malaka yang digunakan untuk membenturkan kultur Malaka dengan kultur asing yakni Jawa dan Thai [21]. Dalam perjalanannya, Malaka tidak hanya tercatat sebagai pusat perdagangan yang dominan, namun juga sebagai pusat peradaban Melayu yang berpengaruh luas.
Melayu Malaysia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Masyarakat Melayu di Malaysia
Melayu Malaysia yang disebut Kaum Melayu adalah masyarakat Melayu berintikan orang Melayu asli tanah Semenanjung Malaya (Melayu Anak Jati), ditambah suku-suku pendatang dari Indonesia dan tempat lainnya yang disebut Melayu Anak Dagang seperti Jawa,Minangkabau, Riau, Mandailing, Aceh, Bugis, Bawean, Banjar, Champa dan lain-lain. Semua diikat oleh agama Islam dan budaya MelayuMalaysia. Ras lain yang beragama Islam juga dikategorikan Kaum Melayu, seperti Tionghoa Muslim, India Muslim, dan Arab. Sehingga Melayu juga berarti etnoreligius yang merupakan "komunitas umat Islam Malaysia" yang ada di Kerajaan Islam tersebut, karena jika ada konsep Sultan (umara) berarti juga ada ummat yang dilindunginya.
Namun, etnis Melayu di Malaysia Barat (Malaya) yang tidak terikat dengan perlembagaan Malaysia secara umumnya terbagi kepada tiga suku etnis terbesar, yaitu Melayu Johor, Melayu Kelantan dan Melayu Kedah. Melayu Johor sebagai suku etnis terbesar, banyak terdapat di sekitar ibukota Malaysia, Kuala Lumpur dan negeri Johor itu sendiri. Selain itu, masyarakat Melayu yang tinggal di negeriTerengganu, Pahang, Selangor, Malaka dan Perak juga bisa digolongkan sebagai Melayu Johor. Di Malaysia Timur terdapat pula komunitas Melayu, yaitu Melayu Sarawak dan Melayu Brunei yang mempunyai dialek yang berbeda dengan Melayu Semenanjung Malaya. Suku Melayu Sarawak biasanya terdapat di Negeri Sarawak, sedangkan Suku Melayu Brunei biasanya menetap di bagian utara Sarawak, Pantai Barat Sabah, serta Brunei Darussalam.